Selasa, 05 Januari 2016

Ragam Bahasa jurnalistik

BAB I (cara menulis kutipan, footnote diperbaiki)

1.1              Latar Belakang
1.2              Rumusan Masalah
                                                                                            
1.      Apa pengertian bahasa jurnalistik itu ?
2.      Sebutkan prinsip dasar bahasa jurnalistik ?
3.      Bagaimana ejaan dan tata tulis media jurnalistik?
4.      Apa manfaat bahasa jurnalistik terhadap perkembangan bahasa Indonesia ?



1.3               Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian dari bahasa jurnalistik
2.      Untuk mengetahui prinsip dasar bahasa jurnalistik
3.      Untuk mengetahui ejaan dan tata tulis media jurnalistik
4.      Untuk mengetahui manfaat bahasa jurnalistik terhadap perkembangan bahasa Indonesia







BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Pengertian Bahasa Jurnalistik
Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh wartawan jurnalis dalam menuliskan karya – karya jurnalistik, seperti surat kabar, majalah, atau tabloid. Bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dipahami oleh pembaca dengan ukuran intelektual minimal, sehingga mudah dipahami isinya. Namun demikian, bahasa jumalistik juga harus mengikuti kaidah- kaidah, norma – norma bahasa. Oleh karena itu, bahasa jurnalistik sangat mengutamakan kemampuan untuk bisa menampilkan semua informasi yang dibawanya kepada pembaca secepatnya atau bahasa yang lebih mengutamakan daya komunikasinya. Bahasa jurnalistik yang ditulis dalam bahasa Indonesia harus dapat dipahami oleh pembaca di seluruh Indonesia. Jika media massa menggunakan salah satu dialek tertentu, besar kemungkinannya tulisan dalam media massa tersebut tidak dapat dipahami oleh pembaca di seluruh nusantara. Oleh karena itu, bahasa Indonesia ragam jurnalistik juga dituntut kebakuannya sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku.
Bahasa Indonesia ragam jurnalistik didefinisikan juga sebagai alat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahasa jurnalistik merupakan alat komunikasi para jurnalis yang harus disampaikan dengan cara yang selaras dengan cita – cita dan selera khalayak umum. Bahasa jurnalistik merupakan salah satu varian bahasa Indonesia. Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa yang digunakan oleh wartawan dalam surat kabar, majalah, atau tabloid. Dengan demikian, bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dipahami oleh masyarakat (pembaca) dengan ukuran intelektual minimal, sehingga mereka yang dapat membaca mampu menikmati isinya. Bahasa jumalistik juga harus sesuai dengan norma – norma kaidah bahasa.
Bahasa jumalistik menurut Rosihan Anwar adalah bahasa yang digunakan oleh wartawan (jurnalis) dalam menulis karya – karya jumalistik di media massa. Jadi, hanya bahasa Indonesia pada karya – karya jumalistik sajalah yang bisa dikatakan atau digolongkan sebagai bahasa jumalistik atau bahasa pers, bukan karya – karya opini (artikel, esai). Oleh karena itu, jika ada wartawan yang juga menulis puisi, cerpen, esai, dan artikel, karya – karyanya ini tak dapat digolongkan sebagai karya jurnalistik. Bahasa yang dipakai jumalis dalam menulis puisi, cerpen, artikel, atau esai tak dapat digolongkan sebagai bahasa jumalistik karena hal itu memiliki varian tersendiri. Bahasa jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan (jurnalis) dalam menulis karya – karya jurnalistik di media massa. Dengan demikian, bahasa Indonesia pada karya – karya jurnalistiklah yang bisa dikategorikan sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers.
Sifat – sifat tersebut merupakan hal yang harus dipenuhi oleh ragam bahasa jurnalistik mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Dengan kata lain bahasa jurnalistik dapat dipahami dalam ukuran intelektual minimal. Hal ini dikarenakan tidak setiap orang memiliki cukup waktu untuk membaca surat kabar. Oleh karena itu bahasa jurnalistik sangat mengutamakan kemampuan untuk menyampaikan semua informasi yang dibawa kepada pembaca secepatnya  dengan mengutamakan daya komunikasinya.[1]

2.2         Prinsip dasar bahasa jurnalistik
Terdapat empat prinsip dasar bahasa jurnalistik yang dikemukakan Leech, yaitu prinsip prosesibilitas, prinsip kejelasan, prinsip ekonomi, dan prinsip ekspresifitas.
1.      Prinsip Prosesibilitas
Pada prinsip ini menganjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa sehingga mudah bagi pembaca untuk memahami pesan pada waktunya. Dalam proses memahami pesan penulis harus menentukan :
(a) bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan;
(b) bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masing satuan, dan
(c) bagaimana mengurutkan satuan-satuan pesan itu.
Ketiga macam itu harus saling berkaitan satu sama lain. Penyusunan bahasa jurnalistik dalam surat kabar berbahasa Indonesia, yang menjadi fakta – fakta harus cepat dipahami oleh pembaca dalam kondisi apa pun agar tidak melanggar prinsip prosesibilitas ini. Bahasa jurnalistik Indonesia disusun dengan struktur sintaksis yang penting mendahului struktur sintaksis yang tidak penting.
Perhatikan contoh berikut:
(1)     Pangdam VIII/Trikora Mayjen TNI Amir Sembiring mengeluarkan perintah tembak di tempat, bila masyarakat yang membawa senjata tajam, melawan serta tidak menuruti permintaan untuk menyerahkannya. Jadi petugas akan meminta dengan baik. Namun jika bersikeras dan melawan, terpaksa akan ditembak di tempat sesuai dengan prosedur (Kompas, 24/1/99).
(2)     Ketua Umum PB NU KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) mengadakan kunjungan  kemanusiaan kepada Ketua Gerakan Perlawanan Timor (CNRT) Xanana Gusmao di LP Cipinang, Selasa (2/2) pukul 09.00 WIB. Gus Dur didampingi pengurus PBNU Rosi Munir dan staf Gus Dur, Sastro. Turut juga Aristides Kattopo dan Maria Pakpahan (Suara Pembaruan, 2/2/99).
Contoh (1) terdiri dari dua kalimat, yaitu kalimat pertama menyatakan pesan penting dan kalimat kedua menerangkan pesan kalimat pertama.
Contoh (2) terdiri dari tiga kalimat, yaitu kalimat pertama menyatakan pesan penting dan kalimat kedua serta kalimat ketiga menyatakan pesan yang menerangkan pesan kalimat pertama.
2.      Prinsip Kejelasan.
Prinsip kejelasan yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip ini menganjurkan agar bahasa teks menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang tidak mengandung ketaksaan akan dengan mudah dan cepat dipahami.
Perhatikan Contoh:
(3)     Ketika mengendarai mobil dari rumah menuju kantornya di kawasan Sudirman, seorang pegawai bank, Deysi Dasuki, sempat tertegun mendengar berita radio. Radio swasta itu mengumumkan bahwa kawasan Semanggi sudah penuh dengan mahasiswa dan suasananya sangat mencekam (Republika, 24/11/1998)
(4)     Wahyudi menjelaskan, negara rugi karena pembajak buku tidak membayar pajak penjualan (PPN) dan pajak penghasilan (PPH). Juga pengarang, karena mereka tidak menerima royalti atas karya ciptaannya. (Media Indonesia, 20/4/1997).
Contoh (3) dan (4) tidak mengandung ketaksaan. Setiap pembaca akan menangkap pesan yang sama atas teks di atas. Hal ini disebabkan teks tersebut dikonstruksi oleh kata-kata yang mengandung kata harfiah, bukan kata-kata metaforis.
3.      Prinsip Ekonomi.
Prinsip ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat tanpa harus merusak dan mereduksi pesan. Teks yang singkat dengan mengandung pesan yang utuh akan menghemat waktu dan tenaga dalam memahaminya. Sebagaimana wacana dibatasi oleh ruang wacana jurnalistik dikonstruksi agar tidak melanggar prinsip ini. Untuk mengkonstruksi teks yang singkat, dalam wacana jurnalistik dikenal adanya cara-cara mereduksi konstituen sintaksis yaitu :
(i)                 singkatan;
(ii)               elipsis, dan
(iii)             pronominalisasi. Singkatan, baik abreviasi maupun akronim, sebagai cara mereduksi konstituen sintaktik banyak dijumpai dalam wacana jurnalistik.
Contoh:
(5)     Setelah dipecat oleh DPR AS karena memberikan sumpah palsu dan menghalang-halangi peradilan, Presiden Bill Clinton telah menjadi presiden kedua sejak berdirinya Amerika untuk diperintahkan diadili di dalam senat (Suara Pembaruan, 21/12/98)
(6)     Ketua DPP PPP Drs. Zarkasih Noer menyatakan, segala bentuk dan usaha untuk menghindari disintegrasi bangsa dari mana pun atau siapa pun perlu disambut baik (Suara Pembaruan, 21/12/98
Pada contoh (5) terdapat abreviasi DPR AS.
Pada contoh (6) terdapat abreviasi DPP PPP. Selain itu ada abreviasi lain seperti SARA, GPK, OTB, OT, AMD, SDM. AAK, GPK,  dll. Terdapat pula berbagai bentuk akronim dengan variasi pembentukannya walaupun seringkali tidak berkaidah. Misalnya. Curanmor, Curas, Miras, dll.
Elipsis merupakan salah satu cara mereduksi konstituen sintaktik dengan melesapkan konstituen tertentu.
(7)     AG XII Momentum gairahkan olahraga Indonesia (Suara Pembaruan, 21/12/98)
(8)     Jauh sebelum Ratih diributkan, Letjen (Pur) Mashudi, mantan Gubernur Jawa Barat dan mantan Ketua Umum Kwartir Gerakan Pramuka telah menerapkan ide mobilisasi massa. Konsepnya memang berbeda dengan ratih (Republika, 223/12/98)
Pronominalisasi merupakan cara mereduksi teks dengan menggantikan konstituen yang telah disebut dengan pronomina. Pronomina Pengganti biasanya lebih pendek daripada konstituen terganti.
(9)     Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (DPP PDI) hasil kongres Medan Soerjadi dan Sekjen Buttu Hutapea pada hari Minggu (23/8) sekitar pukul 18.30 Wita tiba di bandara Mutiara, Palu Sulawesi Tengah, dengan diangkut pesawat khusus. Keduanya datang untuk mengikuti Kongres V PDI, dengan pengawalan ketat  langsung menunggu Asrama Haji dan menginap di sana. (Kompas, 24/8/98)
(10)  Hendro Subroto bukan militer. Sebagai seorang warga sipil, jejak pengalamannya dalam beragam mandala pertempuran merupakan rentetan panjang sarat pengalaman mendebarkan. Ia hadir ketika Kahar Muzakar tewas disergap pasukan Siliwangi di perbukitan Sulsel (Kompas, 24/8/98).
Pada contoh (9) tampak bahwa keduanya pada kalimat kedua merupakan pronominalisasi kalimat pertama. Pada contoh (10) kata ia mempronominalisasikan Hendro Subroto, sebagai warga sipil pada kalimat pertama dan kedua.
4.      Prinsip Ekspresivitas.
Prinsip ini dapat pula disebut prinsip ikonisitas. Prinsip ini menganjurkan agar teks dikonstruksi selaras dengan aspek-aspek pesan. Dalam wacana jurnalistik, pesan bersifat kausalitas dipaparkan menurut struktur pesannya, yaitu sebab dikemukakan terlebih dahulu baru dikemukakan akibatnya. Demikian pula bila ada peristiwa yang terjadi berturut-turut, maka peristiwa yang terjadi lebih dulu akan dipaparkan lebih dulu dan peristiwa yang terjadi kemudian dipaparkan kemudian.
(11)   Dalam situasi bangsa yang sedang kritis dan berada di persimpangan jalan, karena adanya benturan ide maupun paham politik, diperlukan adanya dialog nasional. “Dialog diperlukan untuk mengubur masa lalu, dan untuk start ke masa depan”. Tutur Prof. Dr. Nurcholis Madjid kepada Kompas di kediamannya di Jakarta Rabu (23/12) (Kompas, 24/12/98).
Pada contoh (11) tampak bahwa kalimat pertama menyatakan sebab dan kalimat kedua mendatangkan akibat.

2.3  Ejaan dan tata tulis media jurnalistik
                       
       2.3.1 Ejaan media jurnalistik
Penggunaan bahasa sehari-hari dalam media massa memang mempunyai seni tersendiri. Media massa berupaya menerjemahkan keseharian itu lewat pilihan kata dan tanda baca. Akibatnya ejaan yang agaknya disiapkan untuk situasi formal menjadi kelabakan. Orang pun lantas melihat ada sedikit perbedaan  antara ejaan yang digunakan media massa dengan yang tertulis di buku.
Beberapa perubahan, penambahan atau pengurangan, pada EYD terjadi karena media massa terkadang memanfaatkan suatu bagian ejaan sebagai style atau gaya. Misalnya saja pemanfaatan huruf tebal penulisan caption atau pertanyaan, huruf tebal untuk nama penulis. Walaupun begitu, media massa cetak berupaya untuk mematuhi ketentuan yang tertuang dalam EYD. Meskipun ejaan yang digunakan pers dapat disebut sebagai ejaan media massa, karena perbedaan tadi, tetap saja pers tidak dapat semena-mena dalam mengeja kata.
Berikut ini pemakaian sesuai dengan EYD dan tambahan yang dilakukan media massa :
2.3.1 Abjad
          Abjad yang digunakan untuk menulis dalam media massa mengikuti abjad Internasional sebagaimana yang tercantum dalam EYD, yaitu:
Huruf
Nama
Huruf
Nama
Huruf
Nama
Aa
A
Jj
Je
Ss
Es
Bb
Be
Kk
Ka
Tt
Te
Cc
Ce
Ll
El
Uu
U
Dd
De
Mm
Em
Vv
Ve
Ee
E
Nn
En
Ww
We
Ff
Ef
Oo
O
Xx
Eks
Gg
Ge
Pp
Pe
Yy
ye

Selain itu dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan yaitu, kh, ng,ny, dan sy (masing-masing melambangakan satu bunyi konsonan.) Vokal rangkap atau diftong, yaitu ai, au, dan oi. Diftong melambangkan satu bunyi vokal.Kendati abjad yang kita sepakati seperti diatas, ada perkecualian untuk penulisan nama, baik nama perusahaan, instansi, orang, maupun lembaga. Penulisan yang menyangkut nama diri ditulis mengikuti ejaan aslinya, meskipun dianggap salah menurut EYD. Jadi kendati huruf j dilafalkan [y] , huruf dj dilafalkan [j], tj menjadi [c], ya haru diikui apa adanya:
Universitas Padjajaran bukan Universitas Pajajaran
Soeharto bukan Suharto[2]

2.3.2 Pemenggalan kata
          Aturan pemenggalan dalam bahasa Indonesia terdiri dari beberapa butir:
1.      apabila ada dua vokal berurutan atau dua konsonan berurutan, pemenggalan dilakukan diantaranya. Misalnya: caplok, ma-in
2.      jika di tengah kata ada huruf konsonan diantara dua vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan, misalnya: sa-tu, tu-gas.
3.      Jika ditengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara konsonan pertama dan konsonan kedua. Misalnya: in-fra, sas-tra.
4.      Kata berimbuhan dipenggal dengan mempertahankan keutuhan kata dasarnya. Misalnya: meng-ajar, bel-ajar
5.      Tidak memenggal dengan menyisakan satu huruf.
Misal: tentu saja makanan itu akan lebih enak digula-i. Sayangnya, makanan lezat ini tak disukai semu-a orang. Secara umum kita dapat mengatakan bahwa pemenggalan kata sebenarnya mengikuti pemisahan suku kata dari kata yang bersangkutan.

2.3.3 Huruf besar/huruf kapital
                   Huruf besar atau kapital menurut EYD digunakan untuk :
1.      Huruf pertama kata pada awal kalimat dan petikan langsung.
2.      Huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, jabatan, pangkat, dan keagamaan yang diikuti nama orang atau instansi, lembagam organisasi, atau nama lengkap.
3.      Huruf pertama unsur nama bangsa, suku bangsa, bahasa, dan geografi.
4.      Huruf pertama nama tahun, buku, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
5.      Huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, nama dokumentasi resmi, nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti : di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak di posisi awal.

2.3.4 Huruf miring
          Perkembangan pemakaian huruf miring di pers lebih banyak dibandingkan dengan yang tertulis di EYD. Dalam EYD hanya disebutkan tiga, yaitu :
1.    Untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
2.    Untuk menegasakan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
3.    Untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing.
Oleh media massa kemudian diperkaya lagi dengan :
a).  Untuk menuliskan semua nama media massa cetak maupun elektronik
b). Untuk tema atau judul seminar atau pameran
2.3.5 Huruf tebal
                   Huruf tebal adalah perangkat yang tidak diatur dalam EYD namun pemakaiannya dalam media massa cukup banyak, diantaranya :
a). Untuk penulisan judul
b). Untuk penulisan dalam suatu tulisan yang berbentuk tanya
c). Untuk penulisan caption atau teks foto
                                               
  2.4  Beberapa tambahan tata tulis media massa 
     2.4.1 Penulisan Baris nama atau by line
                 Nama penulis yang dicantumkan di awal tulisan ditulis tanpa titik dua (:) karena bukan merupakan rincian, misalnya :
            Oleh Setiawan Djodi
            Oleh Bondan Winarto
     2.4.2 Penulisan angka
     a). Umumnya angka satu sampai sembilan ditulis dengan huruf, kecuali diikuti satuan hitung, satuan ukur, atau mata uang.
          b). Dalam perincian, angka satu sampai sembilan ditulis dengan                 angka[3]
    
2.4         Manfaat bahasa jurnalistik terhadap perkembangan bahasa Indonesia

1.      Sebagai sumber informasi
Jurnalistik telah berperan besar menyebarkan berita berita yang berisi informasi-informasi bermakna bagi masyarakat.
Berita berita dan tulisan yang hadir dimedia massa, baik cetak maupun elektronik sesungguhnya memberikan beragam informasi mulai dari informasi politik, ekonomi, sosial, budaya, kemanusiaan dan sebagainya.
2.      Kumpulan pengetahuan tulisan-tulisan yang dimuat dalam berbagai media massa juga menjadi sumber pengetahuan populer bagi masyarakat. Pengetahuan ini tidak hanya disajikan untuk kaum intelektual, akan tetapi ditunjukan untuk masyarakat dalam arti luas.
3.      Catatan sejarah jurnalistik juga menjadi sumber sejarah. Banyak catatan sejarah yang tersimpan rapi dalam dokumen jurnalistik
4.      Media pendididkan moral dan etika. Tulisan-tulisan jurnalistik terkadang juga memuat nilai-nilai moral dan etika, khususnya berita human interes yang cukup diminati oleh masyarakat.

             

















BAB III
PENUTUP
3.1         Kesimpulan
                        Media jurnalsitik mempunyai peran yang sangat besar dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Dewasa ini, pers mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam bahasa Indonesia, karena pers tidak lepas dari pemakaian bahasa pada umumnya . akan tetapi dalam dunia media jurnalistik juga terdapat beberapa kesalahan yang sangat merugikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Dalam dunia
jurnalistik banyak terdapat pengaruh baik dari bahasa asing maupun bahasa daerah. Hal tersebut sebenarnya bukan sepenuhnya kesalahan dunia jurnalsitik di Indonesia. Akan tetapi lebih baik bila hal itu dapat diminimalisasikan.

Diharapkan dengan meminimalisasikan kesalahan, peran
jurnalistik dalam bahasa Indonesia terutama dalam pembelajaran bahasa Indonesia akan semakin besar dan dapat terarah sebagaimana yang diinginkan dan dicita-citakan.

4.1 Saran
Media jurnalistik sebaiknya tidak menelan mentah-mentah dalam mengambil berita. Hal ini agar kutipan langsung dapat berubah menjadi kutipan tidak langsung, untuk meminimalisasikan penggunaan kata-kata yang tidak sesuai dengan EYD.  Sebisa mungkin dunia media jurnalistik menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan daerah, atau bila tidak sebaiknya mencari persamaan kata dalam bahasa Indonesia.



Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta. PT. Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 1993. Pembakuan Bahasa Indonesia. Jakarta. PT. Rineka Cipta
Sarwoko, Tri Adi.2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik. Yogyakarta. C.V     Andi OFFSET




[1] Abdul Chaer, Bahasa Jurnalistik.( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010) hlm : 2-4

[2]Abdul Chaer. Pembakuan Bahasa Indonesia(Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1993) hlm: 160-167

[3] Tri Adi Sarwoko, Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik. (Yogyakarta: C.V   Andi OFFSET, 2007) hlm: 17-37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar