BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Banyak kalangan agama mengetahui tentang teologi,
yaitu membahas ajaran-ajarandasar dari suatu agama.Setiap manusia ingin mendalami
dan memyelami seluk beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari teologi
yang terdapat dalam agama yang dianutnya.
Mempelajari teologi akan member seseorang keyakinan-keyakinan
yang berdasarkan pada landasan kuat, yang tidak mudah rapuh oleh perkembangan zaman.
Di dalam tatanan istilah arab, ajaran-ajaran dasar itu disebut Usul al Din dan buku yang
membahas masalah-masalah teologi dalam Islam selalu diberi nama Kitab Usul al Din oleh para pengarangnya. Teologi dalam Islam disebut juga ‘ilm al-tauhid.Kata tauhid di
sini mengandung arti satu atau esa dan keesaan dalam pandangan Islam, merupakan
sifat yang terpenting diantara segala sifat-sifat Tuhan yang kemudian teologi
Islam disebut juga‘ilm al-kalam.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1.
Bagaimana sejarah timbulnya persoalan–persoalan teologi dalam Islam dan lahirnya
berbagai aliran dalam agama Islam.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Menjelaskan terjadinya Persoalan-Persoalan dan proses
munculnya Teologi dalam Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Munculnya Persoalan-Persoalan Teologi Dalam Islam
Sejarah pengembangan pemikiran
dalam islam mencatat bahwa persoalan munculnya kalam justru bermuara dari perbincangan
umat tentang persoalan politik. Mungkin sebagian orang merasa aneh kenapa dalam
Islam sebagai agama, masalah pertama muncul justru persoalan politik bukan persoalan
keagamaan, seperti persoalan kalam atau persoalan fiqih. Namun, memang demikianlah
kenyataan sejarah masa lampau.
Sebagaimana diketahui,
begitu pindah ke Madinah pada tahun 622 M.
Nabi Muhammad SAW tidak hanya sebagai pemimpin
agama, mendirikan sekaligus sebagai pemimpin negara. Beliaulah orang pertama mendirikan
kekuasaan politik yang dipatuhi dikota ini, sebelumnya di Madinah belum pernah ada
kekuasaan politik.[1]
Karena
kenyataan Nabi Muhammad sebagai kepala pemerintahan atau Negara, maka perhatian
umat ketika beliau wafat terpusat pada masalah pengganti beliau sebagai kepala pemerintahan,
demi tetap tegak dan berlanjutnya Negara Madinah yang baru berdiri itu.Pemakaman
jenazah nabi baru terlaksana justru setelah persoalan politik ini, pengganti kepala
negara, rampung dimusyawarahkan. Dari sinilah awal timbulnya persoalan khilafah,
pengganti nabi sebagai kepala Negara atau kepala pemerintahan, yang dalam perkembangannya
dari masa ke masa melahirkan bermacam-macam pandangan di kalangan tokoh pemikir
politik di dunia Islam.
Kenyataan
nabi tidak menunjuk sahabat tertentu yang kelak akan menjadi pemimpin pemerintahan
sepeninggalan beliau, hal ini memaksa para tokoh umat terlibat dalam pembicaraan
serius tentang siapa dan golongan mana yang harus melanjutkan kepemimpinan umat
menggantikan nabi.
Pada pertemuan Saqifah Bani Sa’adah, pada hari
kedua setelah nabi wafat, melalui proses
musyawarah yang dilalui dengan suasana tegang. Akhirnya para wakil dari Muhajirin
dan Anshar sepakat memilih Abu Bakar bin Ash Shidiq, sebagai khalifah nabi untuk
memimpin Negara Madinah. Selanjutya, Abu Bakar bin Ash Shidiq digantikan oleh
Umar bin al-Khathab, Umar digantikan oleh Utsman bin Affan, dan Utsman digantikan
oleh Ali bin AbiThalib. Mereka berempat inilah yang kemudian terkenal dengan sebutan
al-Khulafa ar-Rasyidun.
2.2 Sejarah Timbulnya Persoalan Kalam
Pada masa pemerintahan
dua khalifah, Abu Bakar Ash Sidiq dan Umar bin Khatab ,roda pemerintahan berjalan
baik dan kehidupan politik dikatakan sangat tenang. Namun, pada masa Khalifah Utsman
keadaan mulai berubah terutama pada paruh kedua dari 12 tahun masa pemerintahannya.
Secara pribadi,
Khalifah Utsman bin Affan tidak berbeda dengan dua khalifah pendahulunya.
Namun, keluarganya dari
Bani Umayah terus merongrong dan Utsman sendiri lemah menghadapi rongrongan serta
sifat ambisius keluarga tersebut sehingga terpaksa dia memberikan berbagai kedudukan
dan fasilitas kepada mereka.[2]
Utsman mengangkat mereka
sebagai gubernur di berbagai daerah kekuasaan Islam. Gubernur-gubernur yang
diangkat oleh Umar bin al-Khatab, khalifah yang tidak pernah memikirkan kepentingan
keluarganya diberhentikan oleh Utsman untuk digantikan oleh orang-orang dari pihak
keluarganya.[3]
Kebijakan politik Utsman
yang merangkul sanak keluarga ini menimbulkan rasa tidak simpatik terhadap dirinya.
Para sahabat yang semula menyokong Utsman, setelah melihat sikap dan tindakan
yang kurang tepat itu kini mulai menjauh darinya.Sementara itu, perasaan tidak senang
muncul pula di daerah-daerah sekitar, terutama di Mesir.
Sebagai reaksi tidak senang
terhadap Abdullah bin Sa’ad bin Sarah, salah seorang keluarga Utsman, sekitar lima
ratus orang berkumpul dan kemudian bergerak menuju Madinah untuk melakukan aksi
protes. Kehadiran para pelaku protes ini akhirnya berakibat fatal bagi diri Khalifah
Utsman, beliau terbunuh oleh para pemuka aksi protes tersebut.
Sepeninggal
Utsman bin Affan, Ali bin AbiThalib terpilih menjadi Khalifah selanjutnya atau Khalifah
keempat. Namun situasi politik yang dihadapinya terlanjur sudah terganggu bahkan
lebih buruk dari keadaan sebelumnya
Terpilihnya Ali
sebagai khalifah ternyata tidak disetujui oleh semua pihak. Khalifah Ali
menghadapi tantangan dari dua kubu sekaligus, dari pihak Thalhah dan Zubair
yang mendapat dukungan dari Aisyah dan dari pihak Muawiyah yaitu Gubernur Damaskus
dan keluarga dekat Utsman bin Affan.
Tantangan
Thalhah dan Zubair berakibat terjadinya kontak senjata dengan pihak Khalifah
Ali di Irak pada tahun 656 M, dalam sejarah islam terkenal dengan sebutan perang
Jamal. Pada perang ini Thalhah dan Zubair tewas terbunuh, sementara Aisyah selamat
dan dikirim kembali ke Mekkah.[4]
Setelah
menyisihkan Thalhah dan kawan-kawan, pusat kekuasaan Islam dipindahkan ke kota
Kuffah. Sejak itu berakhirlah kota Madinah sebagai ibu kota kedaulatan islam.
Lalu Ali bin abi thalib menjadi pemimpin diseluruh wilayah Islam kecuali Suriah.
Dikarenakan
persoalan dipicu oleh kematian Usman bin affan yang berbuntut juga pada
penolakan Mu’awiyyah terhadap kekuasaan Ali bin abi thalib, akhirnya terjadi perang
Siffin yang berahir dengan keputusan tahkim, cara ini adalah cara yang
ditempuh kubu Mua’wiyyah untuk menipu pasukan Ali bin abi thalib beserta
pasukanya, sebagian dari tentara Ali tidak setuju karena mereka berpendapat
bahwa persoalan ini tidak bisa diselesaikan dengan tahkim.
Abu
Musa Al-asy’ari adalah perwakilan dari pihak Ali bin abi thalib dan pihak
Mu’awiyyah di wakili oleh amr bin ash, dalam hal ini Khalifah dan Mu’awiyyah
harus meletakkan jabatan, pemilihan baru harus dilakukan kembali. Abu musa
pertama kali menurunkan Ali sebagai Khalifah, namun ternyata Amr bin ash
berlaku sebaliknya yakni mengangkat Mu’awiyyah sebagai khalifah. Namun pada
akhirnya cara ini tidak dapat menyelesaikan masalah sebaliknya menyebabkan
lahirnya golongan-golongan.
1. Aliran
Khawarij yakni beberapa pasukan Ali bin abi thalib yang memutuskan untuk keluar
karena memandang keputusan Ali untuk mengadakan tahkim itu salah, mereka
memiliki pendapat bahwa seseorang ketika melakukan perbuatan yang salah atau
berbuat dosa dianggap keluar dari agama Islam atau murtad dan wajib dibunuh.
2. Aliran Murji’ah memiliki pendapat barang
siapa yang melakukan dosa besar masih dianggap sebagai mukmin dan bukan kafir,
adapun persoalan dosa yang dilakukannya, hal itu terserah pada Allah untuk
menghukum atau mengampuninya.
3. Aliran
Mu’tazilah adalah aliran yang tidak menerima pendapat dari kedua aliran di atas
yakni orang yang melakukan dosa dianggap kafir atau masih dianggap seorang
mukmin.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Nabi Muhammad SAW ketika hijrah ke Madinah
pada tahun 622 M lalu beliau menjadi pemimpin agama. sekaligus sebagai pemimpin
negara. Beliaulah orang pertama mendirikan kekuasaan politik yang dipatuhi
dikota Madinah yang sebelumnya belum pernah ada kekuasaan politik
2. al-Khulafa ar-Rasyidun
adalah Abu Bakar Ash Shidiq Umar bin khatab, Usman bin Affan, Ali bin Thalib.
3. Pada tahun 656 M. terjadi perang Jamal
antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Thalhah dan Zubair di Irak.
4. Perang Siffin terjadi karena dipicu persoalan
kematian Usman bin affan yang berbuntut juga pada penolakan Mu’awiyyah terhadap
kekuasaan Ali bin abi thalib
5. Lahirnya golongan Khawarij, Murji’ah, dan
Mu’tazilah dikarenakan ketidak berhasilannya sistem Tahkim dalam menyelesaikan
suatu masalah pada saat itu.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun. 2012. Teologi
Islam: Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan,
Jakarta : UI Press.
A
Nasir, Sahilun. 2010. Pemikiran kalam ( Teologi Islam ), Jakarta:
Rajawali Pers.
Anwar, Rosihon dan
Rozak, Abdur. 2001. Ilmu kalam : untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung : CV.
Pustaka Setia.
Novitasari-stit.weebly.com/ali-bin-abi-thalib.html.
[1]HarunNasution, Teologi Islam: Aliran, SejarahAnalisaPerbandingan,
(Jakarta: UI Press, 1972), hlm. 3.
[2] Abu al-Fath Muhammad Abdul Karim bin AbiBakr Ahmad al-Syahrastani,
al-Milalwa al-Nil (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), hlm 24.
[3]HarunNasution, Teologi Islam:
Aliran, SejarahanalisaPerbandingan, hlm. 4.
[4] Abu al-Fath Muhammad Abdul Karim, al-Minalwa al-Nihal. Hlm
25.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar