Selasa, 12 Januari 2016

Resensi Buku Metedeologi Studi Islam "Agama Orang Biasa''

AGAMA ORANG BIASA
Tugas resensi ini dibuat untuk memenuhi matakuliah
“Metodologi Studi Islam”
Dosen Pengampu : M. Miftahul Huda, M. Pd.I


Disusun Oleh:
Ibnu Mohamad Hadirin          (931352715)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2015





1.        COVER BUKU


2.        RESENSI BUKU
A.    IDENTITAS BUKU
Judul                          : Agama Orang Biasa
Pengarang                  : Umaruddin Masdar
Pengantar                   : Ahamad Tohari
 Penerbit                     : Yayasan Kajian dan Layanan Informasi untuk   Kedaulatan Rakyat (KLIK).
Tahun terbit                : 2001
Tebal halaman            : 199 halaman

B.     PENULIS
Umaruddin Masdar, adalah salah seorang pendiri Yayasan Kajian dan Layanan Informasi untuk Kedaulatan Rakyat (KLIK). Lahir di Kebumen 6 April 1972. Hidup di dunia santri dan menyelesaikan sekolah tingkat menengah di madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyyah (MASS) Pondok Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur, dan program S-1 pada Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, jurusan Perbandingan Mazhab. Semasa kuliah pernah menjadi wartawan Bali Post di Denpasar Bali. Buku  yang ditulis antara lain Membaca Pikiran Gus Dur dan Amien Rais tentang Denokrasi (Pustaka Pelajar, 1999), Mengasah Naluri Publik, Memahami Nalar Politik (LKiS-The Asia Foundation, 1999), bersama Eman Hermawan mrnulis buku Demokrasi Untuk Pemula (KLIK, 2000) dan menjadi anggota tim penyusun buku Damailah Negeriku, Bangkitlah Bangsaku : Sistem Kekaderan Garda Bangsa (DKN GARDA BANGSA, 2000). Menjadi pembicara dalam berbagai seminar dan fasilitator dalam berbagai pelatihan pendidikan politik. Aktif menulis di Harian Bernas, Jawa Post, Kedaulatan Rakyat dan Kompas.



C.    PENDAHULUAN
Sebelum saya tuang kegelisahan, pengetahuan dan pengalaman yang saya dapat dari buku Agama Orang Biasa, ada beberapa hal yang perlu ditegaskan. Pertama, kita harus membuang jauh-jauh dalam pikiran kita, bahkan mencuci otak sebersih-bersihnya bahwa agama yang kita anut sejak kita lahir sampai sekarang adalah agama yang paling benar di antara agama-agama yang lain. Mengapa? Karena kita akan membicarakan tentang pemahaman agama orang biasa, bukan pemahaman agama orang yang egois, frontal dan elitis. Kedua, ini hanyalah bagian dari upaya untuk menempatkan agama pada tempatnya, sebab selama ini oleh kebanyakan orang agama sudah di reduksi menjadi hal yang menakutkan, menyeramkan dan bahkan menjadi sumber konflik antar manusiaSebelum saya tuang kegelisahan, pengetahuan dan pengalaman yang saya dapat dari buku Agama Orang Biasa, ada beberapa hal yang perlu ditegaskan. Pertama, kita harus membuang jauh-jauh dalam pikiran kita, bahkan mencuci otak sebersih-bersihnya bahwa agama yang kita anut sejak kita lahir sampai sekarang adalah agama yang paling benar di antara agama-agama yang lain.

D.    IHTISAR BUKU
Agama orang biasa adalah agama orang-orang kebanyakan yang memahami agama tidak hanya sebatas pada masalah-masalah normatif-ritual-simbolik dari agama, seperti puasa, shalat, jilbab, haji, dsb., tetapi lebih substantif, yaitu agama sebagai keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mereka sepenuhnya Iman kepada-Nya. Orang biasa adalah mereka yang realistik dalam beragama, menganggap agama sebagai sebuah keyakinan dan keimanan yang hidup dalam hati dan menjadi inspirasi teologis yang mampu mentransformasikan keyakinan transendentalnya dalam manifestasi aktual berupa perbuatan baik (amal saleh).
 
Perlu di perhatikan, menariknya buku ini karena tidak menggunakan metodologi seperti karya-karya ilmiah yang lain, karena memang buku ini bukan karya ilmiah. Buku ini murni hasil dilektika penulis (Umaruddin Masdar) dengan realitas sosial kehidupan yang sesungguhnya. Singkat kata, buku ini tanpa metodologi. “Tanpa metodologi” adalah sebuah preferensi yang lahir dari kesadaran bahwa pendekatan-pendekatan mainstream dalam pemikiran Islam selama ini, seperti fiqih klasik di kalangan kiai atau pendekatan rasionalisasi teks suci yang biasa di pakai oleh intlektual Islam modernis dan liberal, pada kenyataanya tidak mampu menerjemahkan dan menjelaskan perilaku dan fakta keberagamaan orang-orang biasa. Pendekatan itu selalu terjebak dalam klaim kebenaran dan bias kelas. Karena dibalik pendekatan itu ada pengandaian dan bawah sadar yang selalu di hidupkan bahwa hanyalah kelas terdidik yang mampu memahami secara benar dan utuh (misalnya kaum intlektual, kia, ustadz, dai, dsb) dan kelas lain yang jumlahnya sangat besar memahami agama secara sempit, dan tanpa ilmu.
Akibatnya terjadi kesenjangan kelas dalam kehidupan beragama, efeknya akan lahir nalar imprealisme dalam pemikiran agama. Suatu nalar yan dibawa oleh sekelompok orang yang merasa dirinya lebih baik, superior, benar, mulia dan menjadi umat terpilih, dan kerena itu mereka mempunyai kewajiban untuk berdakwah dan menyampaikan kebenaran dan memaksa orang lain untuk mengikutinya. Padahal tidak ada paksaan dalam agama, karena agama adalah urusan keyakinan dalam hati. Adalah hak semua penuh seorang manusia untuk beragama dan juga haknya untuk beragama sesuai dengan kepercayaan dan pemahmannya tentang agama yang dianutnya. Tidak ada orang, institusi agama (Depag, kiai, ustadz, dsb) atau negara yang bisa memaksa seseorang untuk beragama atau menjalankan ajaran tertentu dalam agama. Agama sepenuhnya merupakan hak dan otonomi individu. Tugas kiai atau ustadz adalah menyebarkan agam atau membimbing umat, tetapii tidak ada paksaan atau kewajiban bagi umat untuk mengikuti kiai atau ustadz. Pada akhirnya, semuanya dikembalikan kepada otonomi dan hak individu tadi: seseorang bebas memilih agama dan bebas melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
Ada dua model keberagamaan yang oleh seseorang atau sekelompok orang diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari. Model pertama keberagamaan elitis dan kedua keberagaam populis.
Keberagamaan elitis adalah cara melaksanakan ajaran agama dengan menomorsatukan aspek eksoterik, formal, hukum atau simbol (yang semuanya diatur dalam syariah agama) dari agama yang di anut. Paradigma yang digunakan adalah agama untuk agama. Agama adalah tujuan dari kehidupan dan kerena itu ia harus mencakup semua aspek kehidupan manusia. Contoh, sering kita mendengan bahwa ungkapan atau istilah bahwa muslimah yang taat adalah ia yang memakai jilbab. Pendapat ini tidak salah karena ini murni hasil tafsir agama. Namun apakah terletak disitu ketaatan agama? Hal yang simbolis belum tentu merepresentatifkan sebuah ketaatan.
Keberagamaan populis adalah suatu model keberagamaan yang dianut mayoritas umat Islam sendiri. Keberagamaan populis ditandai dengan kecendrungan untuk mengedepankan substansi dari ajaran agama, dimensi esoterik dari agama itu sendiri. Paradigma yang digunakan adalah agama untuk manusia (kemanusiaan), dan kerena untuk manusia, maka agama bukan tujuan tetapi cara untuk mencapai tujuan, yaitu kesejahteraan hidup dan keridaan Ilahi. Keberagamaan populis adalah keberagaan orang biasa.
           Agama untuk manusia mempunyai dua cakupan. Pertama, agama adalah untuk diri sendiri. Kedua, agama untuk kemanusiaan. Dua cakupan ini mengandung arti bahwa agama bukan untuk agama itu sendiri! Mengapa? Karena sesungguhnya keberagamaan itu merupakan konstruksi sosial. Keberagamaan merupakan proses dialog panjang antara pemahaman seseoarang terhadap teks-teks agama sebelum akhirnya lahir suatu keyakinan dan keimanan itu tumbuh seiring dengan perkembangan manusia sebagai mahluk sosial karenanya keyakinan itu dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dimana ia hidup.
E.     KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Kelebihan : Bahasa yang digunakannya mudah di pahami oleh semua kalangan sehingga akan menarik hati setiap pembacanya. Kertas yang digunakannya cukup bagus sehingga menarik orang untuk membacanya. Ukuran bukunya yang kecil, memudahkan pembaca untuk dibawa kemana-mana. Buku “Agama Orang Biasa” ini cocok  untuk memenuhi kerinduan masyarakat akan keislaman yang lebih mempertimbangkan kepentingan manusia. Keberagaman yang sederhana, lentur dan mudah karena diamalkan berdasarkan pemahaman relatif tiap-tiap manusia.
Kekurangan : Bahasa yang digunakan mudah di pahami namun, di dalam buku ini terdapat banyak kesalahan dalam penulisannya. Dan cover yang digunakannya kurang menarik.

F.     KESIMPULAN
Kesimpulannya, agama orang biasa adalah sustu ekspresi atau model keberagaam yang lahir dari mereka yang mampu mentransformasikan  iman yang transhistoris, transenden dan supra-empiris dalam amanifestasi amal shaleh yang bersifat historis dan empiris. Keberagamaan orang biasa adalah keberagamaan yang tulus, arif, dan berdasarkan akal sehat. Ia tidak kaku, eksklusif, tertutup, dan arogan. Sebaliknya ia sangat terbuka, rendah hati, inklusif, moderat, toleran, penuh sangka baik, dan tanggung jawab dan punya komitmen besar pada kemanusian.
 
Ketika kita dalam beragama seperti orang biasa, Dampaknya: Pertama, tidak akan pernah menganggap bahwa kemajemukan bangsa, termasuk dalam agama sebagai ancaman, tetapi mensyukurinya sebagai sunnatullah atau keharusan sejarah yang memiliki makna positif dan produktif. Kedua, tidak akan canggung, apalagi terusik dengan orang yang berbeda agama. Kita akan hidup damai berdampingan dengan semua oarang dalam perbedaan agama. Ketiga, kita tidak akan mudah terpengaruh oleh provokasi orang-orang yang cenderung mengedepankan simbol-simbol dalam melaksanakan ajaran agama. Keempat, kita akan selalu berusaha mencari kebenaran, dimanapun datangnya kebenaran itu, baik dari agama sendiri (Islam) maupun agama lain. Kelima, kita akan toleran dan terbuka dalam beragama. Keenam, kita akan menjadi pribadi yang berprinsip kuat, teguh pendirian, selalu berpikir kritis dan bertindak berdasarkan rasio yang ditopang oleh keyakian teologis yang mapan. Terakhir, ketika demikian maka kita masuk dalam ketegori (pemeluk agama) orang biasa yang dapat membumikan ajaran langit dengan bijaksana.
3.        KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan resensi buku ini dalam bentuk karya tulis dengan judul “ Agama Orag Biasa”.
Resensi ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas dan sebagai alat penunjang belajar. Dengan memahami dan membaca buku resensi ini kita akan toleran dan terbuka dalam beragama di masyarakat.
Sungguh kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu, kami akan berbesar hati dan berlapang dada, apabila Bapak dosen berkenan memberikan saran perbaikan untuk resensi ini ini. Dengan harapan dapat menjadi pembelajaran buat kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Tidak hanya bagi penulis. Aamiin.

Kediri, 02 November 2015


    Penulis

4.        BIOGRAFI PERESENSI
NAMA         : Ibnu Mohamad Hadirin
TTL               : Blitar, 24 September 1994         
NIM              : 931354915
PRODI         : Syari’ah
JURUSAN   : Ekonomi Syari’ah
KELAS         : N


Tidak ada komentar:

Posting Komentar