BAB I (cara menulis kutipan, footnote diperbaiki)
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian bahasa jurnalistik itu ?
2. Sebutkan prinsip dasar bahasa jurnalistik ?
3. Bagaimana ejaan dan tata tulis media jurnalistik?
4. Apa manfaat bahasa jurnalistik terhadap
perkembangan bahasa Indonesia ?
1.3
Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari bahasa
jurnalistik
2. Untuk mengetahui prinsip dasar bahasa jurnalistik
3. Untuk mengetahui ejaan dan tata tulis media jurnalistik
4. Untuk mengetahui manfaat bahasa jurnalistik
terhadap perkembangan bahasa Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bahasa Jurnalistik
Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh wartawan jurnalis
dalam menuliskan karya – karya jurnalistik, seperti surat kabar, majalah, atau
tabloid. Bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dipahami oleh pembaca dengan
ukuran intelektual minimal, sehingga mudah dipahami isinya. Namun demikian,
bahasa jumalistik juga harus mengikuti kaidah- kaidah, norma – norma bahasa.
Oleh karena itu, bahasa jurnalistik sangat mengutamakan kemampuan untuk bisa
menampilkan semua informasi yang dibawanya kepada pembaca secepatnya atau
bahasa yang lebih mengutamakan daya komunikasinya. Bahasa jurnalistik yang
ditulis dalam bahasa Indonesia harus dapat dipahami oleh pembaca di seluruh
Indonesia. Jika media massa menggunakan salah satu dialek tertentu, besar
kemungkinannya tulisan dalam media massa tersebut tidak dapat dipahami oleh
pembaca di seluruh nusantara. Oleh karena itu, bahasa Indonesia ragam jurnalistik
juga dituntut kebakuannya sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku.
Bahasa Indonesia ragam jurnalistik didefinisikan juga sebagai alat untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahasa jurnalistik merupakan alat komunikasi
para jurnalis yang harus disampaikan dengan cara yang selaras dengan cita –
cita dan selera khalayak umum. Bahasa jurnalistik merupakan salah satu varian
bahasa Indonesia. Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa yang
digunakan oleh wartawan dalam surat kabar, majalah, atau tabloid. Dengan
demikian, bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dipahami oleh masyarakat
(pembaca) dengan ukuran intelektual minimal, sehingga mereka yang dapat membaca
mampu menikmati isinya. Bahasa jumalistik juga harus sesuai dengan norma –
norma kaidah bahasa.
Bahasa jumalistik menurut Rosihan Anwar adalah bahasa yang digunakan
oleh wartawan (jurnalis) dalam menulis karya – karya jumalistik di media massa. Jadi, hanya
bahasa Indonesia pada karya – karya jumalistik sajalah yang bisa dikatakan atau
digolongkan sebagai bahasa jumalistik atau bahasa pers, bukan karya – karya
opini (artikel, esai). Oleh karena itu, jika ada wartawan yang juga menulis
puisi, cerpen, esai, dan artikel, karya – karyanya ini tak dapat digolongkan
sebagai karya jurnalistik. Bahasa yang dipakai jumalis dalam menulis puisi,
cerpen, artikel, atau esai tak dapat digolongkan sebagai bahasa jumalistik
karena hal itu memiliki varian tersendiri. Bahasa jurnalistik merupakan bahasa
yang digunakan oleh wartawan (jurnalis) dalam menulis karya – karya jurnalistik
di media massa. Dengan demikian, bahasa Indonesia pada karya – karya
jurnalistiklah yang bisa dikategorikan sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa
pers.
Sifat – sifat tersebut merupakan hal yang harus
dipenuhi oleh ragam bahasa jurnalistik mengingat surat kabar dibaca oleh semua
lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Dengan kata lain
bahasa jurnalistik dapat dipahami dalam ukuran intelektual minimal. Hal ini
dikarenakan tidak setiap orang memiliki cukup waktu untuk membaca surat kabar.
Oleh karena itu bahasa jurnalistik sangat mengutamakan kemampuan untuk
menyampaikan semua informasi yang dibawa kepada pembaca secepatnya dengan
mengutamakan daya komunikasinya.[1]
2.2 Prinsip dasar bahasa jurnalistik
Terdapat empat prinsip dasar
bahasa jurnalistik yang dikemukakan
Leech, yaitu prinsip prosesibilitas, prinsip kejelasan, prinsip ekonomi, dan
prinsip ekspresifitas.
1. Prinsip Prosesibilitas
Pada prinsip ini menganjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa sehingga
mudah bagi pembaca untuk memahami pesan pada waktunya. Dalam proses memahami
pesan penulis harus menentukan :
(a) bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan;
(b) bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masing
satuan, dan
(c) bagaimana mengurutkan satuan-satuan pesan itu.
Ketiga macam itu harus saling berkaitan satu sama lain. Penyusunan bahasa
jurnalistik dalam surat kabar berbahasa Indonesia, yang menjadi fakta – fakta
harus cepat dipahami oleh pembaca dalam kondisi apa pun agar tidak melanggar
prinsip prosesibilitas ini. Bahasa jurnalistik Indonesia disusun dengan
struktur sintaksis yang penting mendahului struktur sintaksis yang tidak
penting.
Perhatikan contoh berikut:
(1) Pangdam VIII/Trikora Mayjen TNI Amir Sembiring mengeluarkan
perintah tembak di tempat, bila masyarakat yang membawa senjata tajam, melawan
serta tidak menuruti permintaan untuk menyerahkannya. Jadi petugas akan meminta
dengan baik. Namun jika bersikeras dan melawan, terpaksa akan ditembak di
tempat sesuai dengan prosedur (Kompas, 24/1/99).
(2) Ketua Umum PB NU KH Abdurahman Wahid (Gus Dur)
mengadakan kunjungan kemanusiaan kepada Ketua Gerakan Perlawanan Timor
(CNRT) Xanana Gusmao di LP Cipinang, Selasa (2/2) pukul 09.00 WIB. Gus Dur
didampingi pengurus PBNU Rosi Munir dan staf Gus Dur, Sastro. Turut juga
Aristides Kattopo dan Maria Pakpahan (Suara Pembaruan, 2/2/99).
Contoh (1) terdiri dari dua kalimat, yaitu kalimat pertama menyatakan pesan
penting dan kalimat kedua menerangkan pesan kalimat pertama.
Contoh (2) terdiri dari tiga kalimat, yaitu kalimat pertama menyatakan
pesan penting dan kalimat kedua serta kalimat ketiga menyatakan pesan yang
menerangkan pesan kalimat pertama.
2.
Prinsip Kejelasan.
Prinsip kejelasan yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip ini
menganjurkan agar bahasa teks menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang
tidak mengandung ketaksaan akan dengan mudah dan cepat dipahami.
Perhatikan Contoh:
(3) Ketika mengendarai mobil dari rumah menuju
kantornya di kawasan Sudirman, seorang pegawai bank, Deysi Dasuki, sempat
tertegun mendengar berita radio. Radio swasta itu mengumumkan bahwa kawasan
Semanggi sudah penuh dengan mahasiswa dan suasananya sangat mencekam
(Republika, 24/11/1998)
(4) Wahyudi menjelaskan, negara rugi karena
pembajak buku tidak membayar pajak penjualan (PPN) dan pajak penghasilan (PPH).
Juga pengarang, karena mereka tidak menerima royalti atas karya ciptaannya.
(Media Indonesia, 20/4/1997).
Contoh (3) dan (4) tidak mengandung ketaksaan. Setiap pembaca akan
menangkap pesan yang sama atas teks di atas. Hal ini disebabkan teks tersebut
dikonstruksi oleh kata-kata yang mengandung kata harfiah, bukan kata-kata
metaforis.
3.
Prinsip Ekonomi.
Prinsip ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat tanpa harus merusak dan
mereduksi pesan. Teks yang singkat dengan mengandung pesan yang utuh akan
menghemat waktu dan tenaga dalam memahaminya. Sebagaimana wacana dibatasi oleh
ruang wacana jurnalistik dikonstruksi agar tidak melanggar prinsip ini. Untuk
mengkonstruksi teks yang singkat, dalam wacana jurnalistik dikenal adanya
cara-cara mereduksi konstituen sintaksis yaitu :
(i)
singkatan;
(ii)
elipsis, dan
(iii)
pronominalisasi. Singkatan, baik abreviasi maupun akronim, sebagai cara
mereduksi konstituen sintaktik banyak dijumpai dalam wacana jurnalistik.
Contoh:
(5) Setelah dipecat oleh DPR AS karena memberikan
sumpah palsu dan menghalang-halangi peradilan, Presiden Bill Clinton telah
menjadi presiden kedua sejak berdirinya Amerika untuk diperintahkan diadili di
dalam senat (Suara Pembaruan, 21/12/98)
(6) Ketua DPP PPP Drs. Zarkasih Noer menyatakan,
segala bentuk dan usaha untuk menghindari disintegrasi bangsa dari mana pun
atau siapa pun perlu disambut baik (Suara Pembaruan, 21/12/98
Pada contoh (5) terdapat abreviasi DPR AS.
Pada contoh (6) terdapat abreviasi DPP PPP. Selain itu ada abreviasi lain
seperti SARA, GPK, OTB, OT, AMD, SDM. AAK, GPK, dll. Terdapat pula
berbagai bentuk akronim dengan variasi pembentukannya walaupun seringkali tidak
berkaidah. Misalnya. Curanmor, Curas, Miras, dll.
Elipsis merupakan salah satu
cara mereduksi konstituen sintaktik dengan melesapkan konstituen tertentu.
(7) AG XII Momentum gairahkan olahraga Indonesia
(Suara Pembaruan, 21/12/98)
(8) Jauh sebelum Ratih diributkan, Letjen (Pur)
Mashudi, mantan Gubernur Jawa Barat dan mantan Ketua Umum Kwartir Gerakan
Pramuka telah menerapkan ide mobilisasi massa. Konsepnya memang berbeda dengan
ratih (Republika, 223/12/98)
Pronominalisasi merupakan cara
mereduksi teks dengan menggantikan konstituen yang telah disebut dengan
pronomina. Pronomina Pengganti biasanya lebih pendek daripada konstituen
terganti.
(9) Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai
Demokrasi Indonesia (DPP PDI) hasil kongres Medan Soerjadi dan Sekjen Buttu
Hutapea pada hari Minggu (23/8) sekitar pukul 18.30 Wita tiba di bandara
Mutiara, Palu Sulawesi Tengah, dengan diangkut pesawat khusus. Keduanya datang
untuk mengikuti Kongres V PDI, dengan pengawalan ketat langsung menunggu
Asrama Haji dan menginap di sana. (Kompas, 24/8/98)
(10) Hendro Subroto bukan militer. Sebagai seorang warga sipil, jejak
pengalamannya dalam beragam mandala pertempuran merupakan rentetan panjang
sarat pengalaman mendebarkan. Ia hadir ketika Kahar Muzakar tewas disergap
pasukan Siliwangi di perbukitan Sulsel (Kompas, 24/8/98).
Pada contoh (9) tampak bahwa keduanya pada kalimat kedua merupakan
pronominalisasi kalimat pertama. Pada contoh (10) kata ia mempronominalisasikan
Hendro Subroto, sebagai warga sipil pada kalimat pertama dan kedua.
4.
Prinsip Ekspresivitas.
Prinsip ini dapat pula disebut prinsip ikonisitas. Prinsip ini menganjurkan
agar teks dikonstruksi selaras dengan aspek-aspek pesan. Dalam wacana
jurnalistik, pesan bersifat kausalitas dipaparkan menurut struktur pesannya,
yaitu sebab dikemukakan terlebih dahulu baru dikemukakan akibatnya. Demikian
pula bila ada peristiwa yang terjadi berturut-turut, maka peristiwa yang
terjadi lebih dulu akan dipaparkan lebih dulu dan peristiwa yang terjadi
kemudian dipaparkan kemudian.
(11) Dalam situasi bangsa yang sedang kritis dan berada di
persimpangan jalan, karena adanya benturan ide maupun paham politik, diperlukan
adanya dialog nasional. “Dialog diperlukan untuk mengubur masa lalu, dan untuk start
ke masa depan”. Tutur Prof. Dr. Nurcholis Madjid kepada Kompas di kediamannya
di Jakarta Rabu (23/12) (Kompas, 24/12/98).
Pada contoh (11) tampak bahwa kalimat pertama menyatakan sebab dan kalimat
kedua mendatangkan akibat.
2.3 Ejaan dan tata tulis media jurnalistik
2.3.1
Ejaan media jurnalistik
Penggunaan bahasa sehari-hari dalam media
massa memang mempunyai seni tersendiri. Media massa berupaya menerjemahkan
keseharian itu lewat pilihan kata dan tanda baca. Akibatnya ejaan yang agaknya
disiapkan untuk situasi formal menjadi kelabakan. Orang pun lantas melihat ada
sedikit perbedaan antara ejaan yang
digunakan media massa dengan yang tertulis di buku.
Beberapa perubahan, penambahan atau
pengurangan, pada EYD terjadi karena media massa terkadang memanfaatkan suatu
bagian ejaan sebagai style atau gaya. Misalnya saja pemanfaatan huruf
tebal penulisan caption atau pertanyaan, huruf tebal untuk nama penulis.
Walaupun begitu, media massa cetak berupaya untuk mematuhi ketentuan yang
tertuang dalam EYD. Meskipun ejaan yang digunakan pers dapat disebut sebagai
ejaan media massa, karena perbedaan tadi, tetap saja pers tidak dapat
semena-mena dalam mengeja kata.
Berikut ini pemakaian sesuai dengan EYD dan
tambahan yang dilakukan media massa :
2.3.1 Abjad
Abjad
yang digunakan untuk menulis dalam media massa mengikuti abjad Internasional
sebagaimana yang tercantum dalam EYD, yaitu:
Huruf
|
Nama
|
Huruf
|
Nama
|
Huruf
|
Nama
|
Aa
|
A
|
Jj
|
Je
|
Ss
|
Es
|
Bb
|
Be
|
Kk
|
Ka
|
Tt
|
Te
|
Cc
|
Ce
|
Ll
|
El
|
Uu
|
U
|
Dd
|
De
|
Mm
|
Em
|
Vv
|
Ve
|
Ee
|
E
|
Nn
|
En
|
Ww
|
We
|
Ff
|
Ef
|
Oo
|
O
|
Xx
|
Eks
|
Gg
|
Ge
|
Pp
|
Pe
|
Yy
|
ye
|
Selain itu dalam bahasa Indonesia terdapat
empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan yaitu, kh, ng,ny, dan sy
(masing-masing melambangakan satu bunyi konsonan.) Vokal rangkap atau diftong,
yaitu ai, au, dan oi. Diftong melambangkan satu bunyi vokal.Kendati abjad yang
kita sepakati seperti diatas, ada perkecualian untuk penulisan nama, baik nama
perusahaan, instansi, orang, maupun lembaga. Penulisan yang menyangkut nama
diri ditulis mengikuti ejaan aslinya, meskipun dianggap salah menurut EYD. Jadi
kendati huruf j dilafalkan [y] , huruf dj dilafalkan [j], tj menjadi [c], ya
haru diikui apa adanya:
Universitas Padjajaran bukan Universitas
Pajajaran
Soeharto bukan Suharto[2]
2.3.2 Pemenggalan kata
Aturan
pemenggalan dalam bahasa Indonesia terdiri dari beberapa butir:
1. apabila ada dua vokal berurutan atau dua
konsonan berurutan, pemenggalan dilakukan diantaranya. Misalnya: caplok,
ma-in
2. jika di tengah kata ada huruf konsonan
diantara dua vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan, misalnya: sa-tu,
tu-gas.
3. Jika ditengah kata ada tiga buah huruf
konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara konsonan pertama dan
konsonan kedua. Misalnya: in-fra, sas-tra.
4. Kata berimbuhan dipenggal dengan
mempertahankan keutuhan kata dasarnya. Misalnya: meng-ajar, bel-ajar
5. Tidak memenggal dengan menyisakan satu huruf.
Misal: tentu saja makanan itu akan lebih enak digula-i.
Sayangnya, makanan lezat ini tak disukai semu-a orang. Secara umum kita dapat
mengatakan bahwa pemenggalan kata sebenarnya mengikuti pemisahan suku kata dari
kata yang bersangkutan.
2.3.3 Huruf besar/huruf kapital
Huruf
besar atau kapital menurut EYD digunakan untuk :
1. Huruf pertama kata pada awal kalimat dan
petikan langsung.
2. Huruf pertama gelar kehormatan, keturunan,
jabatan, pangkat, dan keagamaan yang diikuti nama orang atau instansi, lembagam
organisasi, atau nama lengkap.
3. Huruf pertama unsur nama bangsa, suku bangsa,
bahasa, dan geografi.
4. Huruf pertama nama tahun, buku, hari, hari
raya, dan peristiwa sejarah.
5. Huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga
pemerintahan dan ketatanegaraan, nama dokumentasi resmi, nama buku, majalah,
surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti : di, ke, dari, dan,
yang, dan untuk yang tidak terletak di posisi awal.
2.3.4 Huruf miring
Perkembangan
pemakaian huruf miring di pers lebih banyak dibandingkan dengan yang tertulis
di EYD. Dalam EYD hanya disebutkan tiga, yaitu :
1. Untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
2. Untuk menegasakan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, atau kelompok kata.
3. Untuk menuliskan kata nama ilmiah atau
ungkapan asing.
Oleh media massa kemudian diperkaya lagi
dengan :
a). Untuk
menuliskan semua nama media massa cetak maupun elektronik
b). Untuk tema atau judul seminar atau pameran
2.3.5 Huruf tebal
Huruf
tebal adalah perangkat yang tidak diatur dalam EYD namun pemakaiannya dalam
media massa cukup banyak, diantaranya :
a). Untuk penulisan judul
b). Untuk penulisan dalam suatu tulisan yang
berbentuk tanya
c). Untuk penulisan caption atau teks
foto
2.4 Beberapa tambahan tata tulis media massa
2.4.1
Penulisan Baris nama atau by line
Nama penulis yang dicantumkan di awal tulisan ditulis tanpa
titik dua (:) karena bukan merupakan rincian, misalnya :
Oleh
Setiawan Djodi
Oleh
Bondan Winarto
2.4.2 Penulisan angka
a).
Umumnya angka satu sampai sembilan ditulis dengan huruf, kecuali diikuti satuan
hitung, satuan ukur, atau mata uang.
b).
Dalam perincian, angka satu sampai sembilan ditulis dengan angka[3]
2.4 Manfaat
bahasa jurnalistik terhadap perkembangan bahasa Indonesia
1. Sebagai sumber informasi
Jurnalistik telah berperan besar menyebarkan
berita berita yang berisi informasi-informasi bermakna bagi masyarakat.
Berita berita dan tulisan yang hadir dimedia
massa, baik cetak maupun elektronik sesungguhnya memberikan beragam informasi
mulai dari informasi politik, ekonomi, sosial, budaya, kemanusiaan dan
sebagainya.
2. Kumpulan pengetahuan tulisan-tulisan yang
dimuat dalam berbagai media massa juga menjadi sumber pengetahuan populer bagi
masyarakat. Pengetahuan ini tidak hanya disajikan untuk kaum intelektual, akan
tetapi ditunjukan untuk masyarakat dalam arti luas.
3. Catatan sejarah jurnalistik juga menjadi
sumber sejarah. Banyak catatan sejarah yang tersimpan rapi dalam dokumen
jurnalistik
4. Media pendididkan moral dan etika.
Tulisan-tulisan jurnalistik terkadang juga memuat nilai-nilai moral dan etika,
khususnya berita human interes yang cukup diminati oleh masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Media jurnalsitik mempunyai peran yang sangat besar
dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Dewasa ini, pers mempunyai peranan yang
sangat signifikan dalam bahasa Indonesia, karena pers tidak lepas dari
pemakaian bahasa pada umumnya . akan tetapi dalam dunia media jurnalistik juga terdapat beberapa kesalahan
yang sangat merugikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Dalam dunia jurnalistik banyak terdapat pengaruh baik dari bahasa asing maupun bahasa daerah. Hal tersebut sebenarnya bukan sepenuhnya kesalahan dunia jurnalsitik di Indonesia. Akan tetapi lebih baik bila hal itu dapat diminimalisasikan.
Diharapkan dengan meminimalisasikan kesalahan, peran jurnalistik dalam bahasa Indonesia terutama dalam pembelajaran bahasa Indonesia akan semakin besar dan dapat terarah sebagaimana yang diinginkan dan dicita-citakan.
Dalam dunia jurnalistik banyak terdapat pengaruh baik dari bahasa asing maupun bahasa daerah. Hal tersebut sebenarnya bukan sepenuhnya kesalahan dunia jurnalsitik di Indonesia. Akan tetapi lebih baik bila hal itu dapat diminimalisasikan.
Diharapkan dengan meminimalisasikan kesalahan, peran jurnalistik dalam bahasa Indonesia terutama dalam pembelajaran bahasa Indonesia akan semakin besar dan dapat terarah sebagaimana yang diinginkan dan dicita-citakan.
4.1 Saran
Media jurnalistik sebaiknya
tidak menelan mentah-mentah dalam mengambil berita. Hal ini agar kutipan
langsung dapat berubah menjadi kutipan tidak langsung, untuk meminimalisasikan
penggunaan kata-kata yang tidak sesuai dengan EYD. Sebisa mungkin dunia media
jurnalistik menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan daerah, atau
bila tidak sebaiknya mencari persamaan kata dalam bahasa Indonesia.
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2010. Bahasa
Jurnalistik. Jakarta. PT. Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 1993. Pembakuan
Bahasa Indonesia. Jakarta. PT. Rineka Cipta
Sarwoko, Tri Adi.2007. Inilah
Bahasa Indonesia Jurnalistik. Yogyakarta. C.V Andi OFFSET
Tidak ada komentar:
Posting Komentar